Handphone merupakan perangkat yang saat ini sudah menjadi kebutuhan
primer bagi sebagian orang. Bahkan sehari tanpa HP, orang akan merasa
seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Namun tahukah anda
perkembangan HP di Indonesia? Kami akan menyajikannya untuk anda.
Tahun 1984: Teknologi Seluler diperkenalkan di Indonesia
Ketika itu, PT Telkom Indonesia bersama dengan PT Rajasa Hazanah
Perkasa mulai menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan
mengusung teknologi NMT -450 (yang menggunakan frekuensi 450 MHz[4])
melalui pola bagi hasil. Telkom mendapat 30% sedangkan Rajasa 70%
Tahun 1985: Diperkenalkan teknologi AMPS Advanced Mobile Phone System
Teknologi ini mempergunakan frekuensi 800 MHz[6] yang merupakan cikal bakal CDMA saat ini.
Dengan sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470, modifikasi NMT-450 (berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia) dioperasikan PT Rajasa Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima Bakti, serta PT Telkom Indonesia sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telepon dasar bermitra dengan PT Telkom Indonesia.
Dengan sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470, modifikasi NMT-450 (berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia) dioperasikan PT Rajasa Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima Bakti, serta PT Telkom Indonesia sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telepon dasar bermitra dengan PT Telkom Indonesia.
Pada saat itu, telepon seluler yang beredar di Indonesia masih belum
bisa dimasukkan ke dalam saku karena ukurannya yang besar dan berat,
rata-rata 430 gram atau hampir setengah kilogram.Tidak ada layar di HP
ini, dan baterainya bisa melakukan panggilan selama 35 menit. Harganya
pun masih mahal, sekitar Rp10 jutaan.
Tahun 1993: Awal pengembangan GSM
Pada Oktober 1993, PT Telkom Indonesia memulai pilot-project
pengembangan teknologi generasi kedua (2G), GSM], di Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan
penggunaan teknologi AMPS atau beralih ke GSM yang menggunakan frekuensi
900 MHz. Akhirnya, Menristek saat itu, BJ Habibie, memutuskan untuk
menggunakan teknologi GSM pada sistem telekomunikasi digital Indonesia.
Pada waktu itu dibangun 3 BTS (Base Transceiver Station), yaitu satu
di Batam dan dua di Bintan. Persis pada 31 Desember 1993, pilot-project
tersebut sudah on-air. Daerah Batam dipilih sebagai lokasi dengan
beberapa alasan: Batam adalah daerah yang banyak diminati oleh berbagai
kalangan, termasuk warga Singapura. Jarak yang cukup dekat membuat
sinyal seluler dari negara itu bisa ditangkap pula di Batam. Alhasil,
warga Singapura yang berada di Batam bisa berkomunikasi dengan murah
meriah, lintas negara tapi seperti menggunakan telepon lokal. Jadi
pilot-project ini juga dimaksudkan untuk menutup sinyal dari Singapura
sekaligus memberikan layanan komunikasi pada masyarakat Batam.
Tahun 1994: Kemunculan operator GSM pertama
PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) muncul sebagai operator GSM
pertama di Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan
Telekomunikasi No. PM108/2/MPPT-93, dengan awal pemilik saham adalah PT
Telkom Indonesia, PT Indosat, dan PT Bimagraha Telekomindo, dengan
wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta dan sekitarnya. Pada periode
ini, teknologi NMT dan AMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan tren
melonjaknya jumlah pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab
lonjakan tersebut antara lain, karena GSM menggunakan Kartu SIM yang
memungkinkan pelanggan untuk berganti handset tanpa mengganti nomor.
Selain itu, ukuran handset juga sudah lebih baik, tak lagi sebesar
‘pemukul kasti’.
Tahun 1995: Kemunculan telepon rumah nirkabel
Penggunaan teknologi GMH 2000/ETDMA diperkenalkan oleh Ratelindo.
Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa layanan Fixed-Cellular
Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel. Pada tahun yang sama,
kesuksesan pilot-project di Batam dan Bintan membuat pemerintah
memperluas daerah layanan GSM ke provinsi-provinsi lain di Sumatera.
Untuk memfasilitasi hal itu, pada 26 Mei 1995 didirikan sebuah
perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai operator GSM
nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.
Tahun 1996: Awal perkembangan layanan GSM
Pada akhir tahun 1996, PT Excelcomindo Pratama (Excelcom, sekarang XL
Axiata) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional
ketiga. Telkomsel yang sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya,
Bandung, dan Denpasar dengan produk Kartu Halo, mulai melakukan
ekspansi ke Jakarta. Pemerintah juga mulai turut mendukung bisnis
seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler. Alhasil, harga
telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta. Pada 29 Desember 1996,
Maluku tercatat menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel.
Pada tahun yang sama, Satelindo meluncurkan satelit Palapa C2, dan langsung beroperasi pada tahun itu juga.
Tahun 1997-1999: Telekomunikasi seluler pada masa krisis moneter
Pada tahun 1997, Pemerintah bersiap memberikan 10 lisensi regional
untuk 10 operator baru yang berbasis GSM 1800 atau PHS (Personal
Handy-phone System. Keduanya adalah sama seperti GSM biasa, namun
menggunakan frekuensi 1800 MHz). Namun, krisis moneter 1998 membuat
rencana itu batal.
Pada tahun yang sama, Telkomsel memperkenalkan produk prabayar
pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu
Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para
kompetitornya, dengan layanan unggulan roaming pada tahun 1998. Pada
tahun tersebut, Satelindo tak mau ketinggalan dengan meluncurkan produk
Mentari, dengan keunggulan perhitungan tarif per detik.
Walaupun pada periode 1997-1999 ini Indonesia masih mengalami
guncangan hebat akibat krisis ekonomi dan krisis moneter, minat
masyarakat tidak berubah untuk menikmati layanan seluler. Produk Mentari
yang diluncurkan Satelindo pun mampu dengan cepat meraih 10.000
pelanggan. Padahal, harga kartu perdana saat itu termasuk tinggi,
mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada tahun berikutnya. Hingga
akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia telah mencapai 2,5
juta pelanggan, yang sebagian besar merupakan pelanggan layanan
prabayar.
Tahun 2000-2007 : Perkembangan teknologi
Pada era ini perkembangan handphone begitu pesat
harga handphone pun semakin terjangkau, pada jaman ini handphone yang cukup terkenal di indonesia adalah nokia communicator dan PDA phone, bahkan memiliki nokia communicator merupakan sebuah prestige tersendiri karena harganya yang terbilang mahal
harga handphone pun semakin terjangkau, pada jaman ini handphone yang cukup terkenal di indonesia adalah nokia communicator dan PDA phone, bahkan memiliki nokia communicator merupakan sebuah prestige tersendiri karena harganya yang terbilang mahal
Handphone jenis touchscreen sudah marak, namun responsibilitas dan
kenyamanannya belum seperti sekarang, bahkan masih menggunakan stylus.
sumber http://smknews.net/sejarah-handphone-di-indonesia/
sumber http://smknews.net/sejarah-handphone-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar